Senin, 31 Januari 2011

Apa yang dimaksud dengan Ethnic Gloss??

Ethnic Gloss biasa dipraktikkan ketika sedang memilih dan mendeskripsikan etnis minoritas agar supaya etnis minoritas tersebut tidak nampak sangat berbeda dengan etnik mayoritasnya. Ethnic Gloss yang biasa dijumpai menggunakan label etnis, seperti Afro-Amerika, Latin, Asia-Amerika, atau Amerika Asli, dimana perbedaan budaya dan etnik yang ditemukan dalam kelompok tersebut diabaikan, sehingga yang akan terjadi adalah kelompok-kelompok etnis ini akan tampak jauh lebih homogen daripada kenyataannya. Homogenitas yang  tampak itu sebenarnya tidak ada, sehingga dilihat sebagai suatu yang dangkal(superficial) dan berrfungsi untuk memisahkan suatu kelompok dengan yang lainnya.
Sebagai contoh, kategori India-Amerika (Native American), yang banyak digunakan dan disalahgunakan dengan istilah etnis gloss, sebenarnya merupakan sebuah kelompok etnis yang sangat beragam dan rumit yang terdiri dari lebih dari 500 unit kesukuan dapat diidentifikasi dimana anggota individu merupakan campuran berbagai tingkat akibat intermarriages dan mencerminkan berbagai orientasi akulturatif dari efek identitas etnis. Dengan menggunakan label Indian Amerika,  mereka mengabaikan cara hidup dan berpikir yang spesifik dan unik dari masing-masing kelompok yang berbeda atau suku. Hal yang sama juga ditemukan pada label Asia Amerika yang terlalu disederhanakan. Setidaknya ada 32 kelompok Asia-Amerika yang berbeda etnis dan budaya yang biasanya tercantum dalam suatu ketetapan , namun perbedaan diantara kelompok-kelompok ini sangat kompleks. Mengingat keragaman bahasa, norma, adat-istiadat dan status imigran, jelas bahwa untuk label bangsa ini sebagai Asia-Amerika menunjukkan tingkat homogenitas yang makin berkurang.
Dalam memilih sampel etnis untuk studi ilmu sosial dan perilaku, peneliti sering berasumsi bahwa responden mereka berbagi pemahaman umum tentang etnis mereka sendiri dan identifikasi nasionalistik. Seolah-olah peneliti percaya bahwa Indian Amerika, Afrika Amerika, dan lain-lain berbagi beberapa karakteristik awal bahwa pada satu tingkat membedakan mereka dari yang lain perbandingan sampel seperti "kulit putih" (Trimble, 1988). Asumsi ini tidak valid. Antropolog, Dwight Heath (1978) berrpendapat bahwa, "kategori orang seperti yang dibandingkan pada rubrik "kelompok etnis", seringkali bukan unit yang berarti dalam arti sosial budaya" dan "bahwa cara-cara orang mendefinisikan dan memelihara batas-batas sosial 'antara' atau 'diantara' kategori diri yang diidentifikasi jauh lebih penting dan mengungkapkan dinamika budaya"
Ethnic Gloss, dapat menyebabkan periset mendapatkan sampel kelompok etnis yang tidak representatif atau tidak jelas diversitas kelompok tersebut dan ini menyebabkan generalisasi yang berlebihan dan stereotip. 
Selain itu, penggunaan etnis gloss dapat melanggar prinsip-prinsip ilmiah tertentu tentang validitas eksternal, kemampuan untuk menggeneralisasi temuan di seluruh subkelompok dalam kategori etnis, dan mengikis segala kemungkinan yang akurat dan efisien replikasi hasil-hasil penelitian.

Sumber :
Buku Psikologi Pendidikan, John W. Santrock 

Sabtu, 29 Januari 2011

BAB 1 (PERANGKAT UNTUK MENGAJAR SECARA EFEKTIF)

Psikologi Pendidikan adalah suatu cabang ilmu psikologi yang lebih mengarah pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam ruang lingkup pendidikan. Beberapa perintis psikologi pendidikan sebelum abad ke-20 adalah :
1. William James (1842 – 1910), meluncurkan buku “Principle of Psychology” dan memberikan serangkaian kuliah bertajuk “Talks To Teachers”. Beliau berpendapat, proses belajar mengajar sangat penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu rekomendasinya : mulai mengajar pada suatu titik diatas pengetahuan anak untuk memperluas cakrawala atau kemampuan berpikir anak.
2. John Dewey (1859-1952), sebagai penggerak dalam mengaplikasikan psikologi tingkat praktis. Ada beberapa ide yang diberikan oleh John Dewey :
• Anak adalah pembelajar yang aktif(active learner), maka anak akan belajar lebih baik jika mereka turut aktif dalam pembelajaran tersebut.
• Pendidikan seharusnya difokuskan pada anak secara keseluruhan dan memperkuat anak untuk adaptasi dengan lingkungannya. Anak-anak tidak hanya diberi pelajaran akademik saja, tetapi juga cara berpikir dan beradaptasi dengan dunia luar sekolah agar mereka dapat memecahkan masalah secara reflektif.
• Semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak tanpa dibeda-bedakan.
3. E.L.Thorndike (1874-1949), berpendapat bahwa salah satu tugas pendidikan di sekolah adalah menanamkan keahlian penalaran anak. Beliau juga mengajukan suatu gagasan : psikologi pendidikan harus memiliki basis ilmiah dan berfokus pada pengukuran.
Diversitas dan Psikologi Pendidikan Awal
Terdapat dua tokoh Amerika keturunan Afrika (Afrika-Amerika) yang menonjol : Mamie dan Kenneth Clark, yang melakukan riset tentang identitas dan konsep diri anak-anak Afrika-Amerika. George Sanchez melakukan riset yang menunjukkan bahwa tes kecerdasan secara cultural telah dibiaskan dan merugikan anak-anak etnis minoritas termasuk perempuan yang menghadapi rintangan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Leta Hollingworth yang pertama menggunakan istilah “gifted” untuk mendeskripsikan anak-anak yang mendapat skor istimewa dalam tes kecerdasan.
Perkembangan Lebih Lanjut
Skinner berpendapat bahwa proses mental yang dikemukakan oleh Dewey dan James adalah suatu proses yang tidak dapat diamati. Skinner mengembangkan konsep “programmed learning”, yaitu murid yang telah melalui serangkaian langkah ia terus didorong (reinforced) untuk mencapai tujuan dari pembelajaran. Sebuah ulasan di Annual Review of Psychology menyatakan, “Perspektif kognitif mengimplikasikan bahwa analisis behavioral terhadap instruksi sering kali tidak cukup untuk menjelaskan efek dari instruksi terhadap pembelajaran”, sehingga pada akhir abad ke-20 kembali menggunakan aspek kognitif yang pernah diterangkan oleh Dewey dan James pada awal abad ke-20.
Cara Mengajar yang Efektif
Guru harus menguasai beragam perspektif dan strategi , serta harus bias mengaplikasikannya secara fleksibel. Untuk mewujudkannya terdapat 2 kunci utama, yaitu:
1. Pengetahuan dan Keahlian Profesional
Guru yang efektif dapat menguasai dan memahami materi pelajaran yang akan disampaikan, memiliki keahlian dan keterampilan mengajar yang baik serta strategi pengajaran yang baik. Mereka dapat memotivasi , berkomunikasi dan berhubungan secara efektif dengan murid-murid dari berbagai latar belakang berbeda.
• Penguasaan materi pelajaran
Guru yang efektif harus berpengetahuan, fleksibel dan memahami materi agar dapat memberikan materi yang diajarkan secara jelas dari dasar-dasar pengorganisasian materi sampai mengaitkan suatu gagasan disiplin ilmu dengan disiplin ilmu lainnya.
• Strategi Pengajaran
Konstruktivisme, menekankan agar individu dapat aktif menyusun dan membangun pengetahuan dan pemahaman.
• Penetapan Tujuan dan Keahlian Perencanaan Instruksional
Guru menyusun rencana instruksional, agar tujuan yang ditetapkannya dapat tercapai dan murid dapat meraih hasil yang maksimal.
• Keahlian Menajemen Kelas
Guru harus dapat menjaga kelas tetap aktif dan mempertahankan suasana belajar yang kondusif.
• Keahlian Motivasional
Guru yang efektif memiliki strategi yang baik untuk memotivasi murid agar mau belajar mencari hal baru, sulit, berpikir kreatif dan berusaha menyelesaikannya. Guru tersebut tahu bahwa murid akan termotivasi jika melakukan sesuatu sesuai dengan minatnya.
• Keahlian Komunikasi
Memiliki keahlian komunikasi yang baik saat berbicara dengan murid, orang tua, dsb yang tidak banyak mengkritik, memiliki gaya bicara asertif, manipulatif atau pasif.
• Bekerja secara efektif dengan murid dari berbagai latar belakang yang berbeda
Guru harus dapat mendorong dan membantu murid untuk membentuk hubungan positif dengan murid lainnya. Guru berperan sebagai mediator cultural yang mampu membimbing murid untuk berpikir kritis tentang isu cultural dan etnis, berusaha mengurangi bias dan menanamkan sikap saling menerima.
• Keahlian Teknologi
Guru harus menguasai teknologi pembelajaran, mengetahui cara mengembangkan keahlian teknologi dan mempersiapkan murid untuk bekerja yang menggunakan teknologi tersebut.
2. Komitmen dan Motivasi
Dengan memiliki motivasi diri yang tinggi, seorang guru akan mengajar dengan pemikiran-pemikiran positif yang secara tidak langsung memberikan kenyamanan pada muridnya.
Riset adalah suatu informasi berharga yang membantu dalam memahami suatu strategi. Riset ilmiah adalah riset yang objektif, sistematis dan dapat diuji. Riset ilmiah dilandaskan pada metode ilmiah, sebuah pendekatan yang dipakai untuk mendapatkan informasi yang akurat. Pendekatan ini terdiri dari : merumuskan masalah, mengumpulkan data, menarik kesimpulan dan merevisi kesimpulan dan teori riset. Terdapat beberapa metode dalam meriset :
1. Riset Deskriptif : mengamati dan mencatat prilaku. Riset ini hanya dapat mengungkapkan informasi penting dari suatu masalah, dan tidak dapat membuktikan penyebabnya.
Observasi alamiah (naturalistic) : mengamati perilaku secara riil, tidak menambahkan unsur-unsur lain.
Observasi partisipan : peneliti-pengamat terlibat secara aktif sebagai partisipan(peserta) dalam suatu aktivitas atau tempat tertentu.
Tes standar : dengan prosedur administrasi dan penilaian yang seragam, tes ini menilai sikap/keahlian murid dalam domain yang berbeda-beda sehingga dapat membandingkan kinerja murid pada umur atau tingkat yang sama.
Studi etnografik : studi berjangka panjang yang menggunakan observasi di setting alam dan wawancara. Studi ini adalah deskripsi mendalam dan interpretasi terhadap perilaku dalam satu etnis atau kelompok cultural yang melibatkan peneliti secara langsung.
2. Riset Korelasional : mendeskripsikan hubungan antara dua atau lebih kejadian atau karakteristik. Riset ini berguna karena semakin kuat hubungan antara peristiwa tersebut, maka semakin efektif prediksi tentang suatu kejadian.
3. Riset Eksperimental : dapat menentukan sebab-sebab perilaku. Dalam riset ini akan ditemui factor-faktor yang dimanipulasi (variable independen) yang dapat merubah variable dependen.
Rentang waktu riset :
• Riset cross-sectional : mempelajari kelompok orang pada suatu waktu. Misalnya, dilakukan riset anak berumur 4, 6 dan 8 tahun pada satu waktu.
• Riset longitudinal : mempelajari individu-individu yang sama selama suatu periode waktu. Misalnya, riset dilakukan pada seorang anak pada umur 4, 6 sampai 8 tahun. Riset ini memakan waktu yang sangat lama, sehingga jarang dilakukan.
Riset Evaluasi Program : riset yang dibuat khusus untuk mengetahui keefektifan suatu program.
Riset Aksi : Riset yang dipakai untuk memecahkan problem dikelas atau sekolah secara spesifik, memperbaiki strategi mengajar dan pendidikan, atau untuk melakukan keputusan pada lokasi tertentu. Tujuan dari riset ini adalah untuk memperbaiki praktik secara langsung dalam satu atau dua kelas, pada satu sekolah atau beberapa sekolah.
Guru sebagai Periset : guru melakukan studi sendiri dalam meningkatkan praktik mengajar mereka. Guru dapat melakukan wawancara klinis dengan murid dengan menyusun satu set pertanyaan yang dapat memberikan informasi tertentu serta pemahaman tentang perasaan anak dan bagaimana anak berpikir.
Terdapat beberapa efek dalam melakukan riset, yaitu :
1. Etika, ahli psikologi harus berhati-hati dalam memastikan kesehatan dan keamanan anak yang berpartisipasi dalam studi riset. Kode etik ini mewajibakan partisipan cukup umur, dilindungi dari bahaya mental dan fisik, dan periset mendapat izin untuk meriset mereka.
2. Gender, wanita selalu diposisikan dibawah pria.
3. Etnis dan Kultur: anak etnis minoritas selalu dijauhkan atau diabaikan dalam riset sehingga ada kemungkinan banyak variasi dalam kehidupan anak didunia riil daripada yang ditunjukkan hasil riset.
Menjadi Konsumen Informasi yang Bijak tentang Psikologi Pendidikan :
• Berhati-hati terhadap yang dilaporkan di media popular
• Mengetahui cara untuk menghindari pembuatan kesimpulan tentang kebutuhan individu dalam riset kelompok
• Mengenal gampangnya membuat generalisasi yang berlebihan untuk sampel yang kecil atau sampel klinis
• Berhati-hati karena dalam satu studi tunggal tidak menghasilkan kesimpulan final
• Kesimpulan sebab akibat tidak dapat diambil dari studi korelasional
• Selalu perhatikan sumber informasi dan evaluasi kredibilitasnya

Sumber : John W.Santrock, Psikologi Pendidikan (Edisi kedua)

Rabu, 26 Januari 2011

My First Blog

Hai smua nya, akhirnya blog nya selesai juga!!!! :D:D
hmm..sebelum sedikit cerita tentang saya, mendingan saya kenalin diri dulu kali yaa..hehe
Nama saya Jilly Chandra, biasa dipanggil "Jilly" ato "Jill" doank, sekolah dulu di SMA Sutomo 1 Medan dan kuliahnya (sekarang) di Psikologi USU.
Ini blog pertama yang pernah saya buat, dan karena tugas dari Ibu Dina juga yang ngajar psikologi pendidikan. Klo nga, keknya saya gak bakal pernah buat" ginian, tapi bersyukur banget jadi saya mau nga mau harus kenal, buat dan ngisi blog ini.hehehhe
thankss banget buat Bu Dina :) 
Awal dari blog ini, saya cerita dikit lah ya kok saya bs nyampe ke psikologi.
Jujur, gak pernah kepikiran sama sekali saya bakal ambe psikologi, sebenarnya dulu pengen kali ambe kedokteran, tapi tiba" pas mau daftar ujian UMB, jadi gak pengen banget. Udah stuck banget ntah mau kuliah jurusan ap, mendadak guru saya nyaranin ambe psikologi, karena katanya gak susah jadi ya saya ambe aj. Pas ujian, lulusnya disini pulak, mungkin karena uda takdir, ya saya jalanin aja.
Trus pas awal" kuliah (kadang" sekarang juga sihh),saya malesss banget, dan rasanya pengen cabut aja. Tapi saya pikir" lagi drpd gak kuliah, ya saya jalanin aja lah karna pasti bakal dapat pelajaran juga dari perkuliahan ini.hehehe
Moga" saya bs hilangin rasa males yang berat banget dan juga buat psikologi ini sebagai bagian dari hidup saya lah(walaupun rsanya agak nga mungkin sih). Apalagi orang tua dan teman" yang ud ngedukung saya banget, saya bakal nunjukin ke mereka klo aku pasti bisa, karena kunci utama nya cuman keyakinan aj sih. Kalo kita yakin kita bisa, pasti kita bisa apapun keadaannya. Sulit sangat, tapi moga" bisa lahh, walaupun aku gak 100% yakin sihh..hahhaha
Sekian blog pertama ku...